UNDANG-UNDANG REPUBLIK NOMOR 38 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK | |
Menimbang : | a. bahwa negara Republik b. bahwa menunaikan zakat merupakan kewajiban umat Islam c. bahwa zakat merupakan pranata keagamaan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat d. bahwa upaya penyempurnaan sistem pengelolaan zakat perlu terus ditingkatkan agar pelaksanaan zakat lebih berhasil guna dan berdaya guna serta dapat dipertanggungjawabkan; e. bahwa berdasarkan hal-hal tersebut pada butir a,b,c, dan d, perlu dibentuk Undang-undang tentang Pengelolaan Zakat; |
Mengingat : | 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 29, dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok Reformasi Pembangunan dalam rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara; 3. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3400); 4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); |
Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK MEMUTUSKAN : | |
Menetapkan : | UNDANG-UNDANG TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT |
BAB 1 Pasal 1 | |
| Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat. 2. Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. 3. Muzakki adalah orang atau badan yang dimiliki oleh orang muslim yang berkewajiban menunaikan zakat. 4. Mustahiq adalah orang atau badan yang berhak menerima zakat. 5. Agama adalah agama Islam. 6. Menteri adalah menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggungjawabnya meliputi bidang agama. |
Pasal 2 | |
| Setiap warga negara |
Pasal 3 | |
| Pemerintahan berkewajiban memberikan perlindungan, pembinaan dan pelayanan kepada muzzaki, mustahiq, dan amil zakat. |
BAB II Pasal 4 | |
| Pengelolaan zakat berasaskan iman dan takwa, keterbukaan, dan kepastian hukum sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. |
Pasal 5 | |
| Pengelolaan zakat bertujuan: 1. meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntunan agama; 2. meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial; 3. meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat. |
BAB III Pasal 6 | |
| 1. Pengelolaan zakat dilakukan oleh badan amil zakat yang dibentuk oleh pemerintah. 2. Pembentukan badan amil zakat: a. nasional oleh Presiden atas usul Menteri; b. daerah propinsi oleh gubernur atas usul kepala kantor wilayah departemen agama propinsi; c. daerah kabupaten atau daerah d. kecamatan oleh camat atas usul kepala kantor urusan agama kecematan. 3. Badan amil zakat di semua tingkatan memiliki hubungan kerja yang bersifat koordinatif, konsultatif, dan informatif. 4. Pengurus badan amil zakat terdiri atas unsur masyarakat dan pemerintah yang memenuhi persyaratan tertentu 5. Organisasi badan amil zakat terdiri atas unsur pertimbangan, unsur pengawas, dan unsur pelaksana. |
Pasal 7 | |
| 1. Lembaga amil zakat dikukuhkan, dibina dan dilindungi oleh pemerintah. 2. Lembaga amil zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan yang diatur lebih lanjut oleh Menteri. |
Pasal 8 | |
| Badan amil zakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan lembaga amil zakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 mempunyai tugas pokok mengumpulkan, mendistribusikan, dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama. |
Pasal 9 | |
| Dalam melaksanakan tugasnya, badan amil zakat dan lembaga amil zakat bertanggung jawab kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya. |
Pasal 10 | |
| Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi dan tata kerja badan amil zakat ditetapkan dengan keputusan menteri. |
BAB IV BAB IV | |
| 1. Zakat terdiri atas zakat mal dan zakat fitrah. 2. Harta yang dikenai zakat adalah: a. emas,perak, dan uang; b. perdagangan dan perusahaan; c. hasil pertanian, hasil perkebunan, dan hasil perikanan; d. hasil pertambangan; e. hasil peternakan; f. hasil pendapatan dan jasa; g. rikaz 3. Penghitungan zakat mal menurut nishab, kadar, dan waktunya ditetapkan berdasarkan hukum agama. |
Pasal 12 | |
| 1. Pengumpulan zakat dilakukan oleh badan amil zakat dengan cara menerima atau mengambil dari muzzaki atas dasar pemberitahuan muzzaki. 2. Badan amil zakat dapat bekerja sama dengan bank dalam pengumpulan zakat harta muzzaki yang berada di bank atas permintaan muzzaki. |
Pasal 13 | |
| Badan amil zakat dapat menerima harta selain zakat, seperti infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris, dan kafarat. |
Pasal 14 | |
| 1. Muzzaki melakukan penghitungan sendiri hartanya dan kewajiban zakatnya berdasarkan hukum agama 2. Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri hartanya dan kewajiban zakatnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) muzzaki dapat meminta bantuan kepada badan amil zakat atau badan amil zakat memberikan bantuan kepada muzzaki untuk menghitungnya. 3. Zakat yang telah dibayarkan kepada badan amil zakat ata lembaga amil zakat dikurangkan dari laba/pendapatan sisa kena pajak dari wajib pajak yang bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
Pasal 15 | |
| Lingkup kewenangan pengumpulan zakat oleh badan amil zakat ditetapkan dengan keputusan menteri. |
BAB V Pasal 16 | |
| 1. Hasil pengumpulan zakat didayagunakan untuk mustahiq sesuai dengan ketentuan agama. 2. Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas kebutuhan mustahiq dan dapat dimanfaatkan untuk usaha yang produktif. 3. Persyaratan dan prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan keputusan menteri. |
Pasal 17 | |
| Hasil penerimaan infaq, shadaqa, hibah, wasiat, waris, dan kafarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 didayagunakan terutama untuk usaha yang produktif |
BAB VI Pasal 18 | |
| 1. Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas badan amil zakat dilakukan oleh unsur pengawas sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 6 ayat (5). 2. Pimpinan unsur pengawas dipilih langsung oleh anggota 3. Unsur pengawas berkedudukan di semua tingkatan badan amil zakat. 4. Dalam melakukan pemeriksaan keuangan badan amil zakat, unsur pengawas dapat emminta bantuan akuntan publik. |
Pasal 19 | |
| badan amil zakat memberikan laporan tahunan pelaksanaan tugasnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat |
Pasal 20 | |
| Masyarakat dapat berperan serta dalam pengawasan badan amil zakat dan lembaga amil zakat. |
BAB VII Pasal 21 | |
| 1. Setiap pengelola zakat yang karena kelalaiannya tidak mencatat atau mencatat dengan tidak benar harta zakat, infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris, dan kafarat sabagimana dimaksudkan dalam Pasal 8, Pasal 12, dan Pasal 13 dalam undang-undang ini diancam dengan hukuman kurunngan selama-lamanya tiga bulan dan/atau denda sebanyak-banyanya Rp.30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah). 2. Tindak pidana yang dimaksud pada ayat (1) di atas merupakan pelanggaran. 3. Setiap petugas badan amil zakat dan petugas lembaga amil zakat yang melakukan tindak pidana kejahatan dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
BAB VIII Pasal 22 | |
| Dalam hal muzzaki berada atau menetap di luar negeri, pengumpulan zakatnya dilakukan oleh unit pengumpul zakat pada perwakilan Repulik |
Pasal 23 | |
| Dalam menunjang pelaksanaan tugas badan amil zakat sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 8, pemerintah wajib membantu biaya operasional badan amil zakat. |
BAB IX Pasal 24 | |
| 1. Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur pengelolaan zakat masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Undang-undang ini. 2. Selambat-lambatnya dua tahn sejak diundangkannya undang-undang ini, setiap organisasi pengelola zakat yang telah ada wajib menyesuaikan menurut ketentuan Undang-undang ini. |
BAB X Pasal 25 | |
| Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundang Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik |
| Disahkan di Jakarta |
| PRESIDEN REPUBLIK ttd BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE |
Diundangkan di Jakarta | |
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA ttd MULADI | |
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK |
Salinan sesuai dengan aslinya Plt. Edy Sudibyo |
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK NOMOR 38 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT | |
I | UMUM Memajukan kesejahteraan umum merupakan salah satu tujuan nasional negara Republik Zakat sebagai rukun Islam merupakan kewajiban setiap muslim yang mampu membayarnya dan diperuntukkan bagi mereka yang berhak menerimanya. Dengan pengelolaan yang baik, zakat merupakan sumber dana potensial yang dapat dimanfaatkan untuk memajukan kesejahteraan umum bagi seluruh masyarakat. Agar sumber dana yang dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat terutama untuk mengentaskan masyarakat dari kemiskinan dan menghilangkan kesenjangan sosial, perlu adanya pengelolaan zakat secara profesional dan bertanggung jawab yang dilakukan oleh masyarakat bersama pemerintah. Dalam hal ini pemerintah berkewajiban memberikan perlindungan, pembinaan, dan pelayanan kepada muzzaki, mustahiq, dan pengelola zakat. Untuk maksud tersebut, perlu adanya undang-undang tentang pengelolaan zakat yang berasaskan keimanan dan takwa dalam rangka mewujudkan keadilan sosial, kemaslahatan, keterbukaan, dan kepastian hukum sebagai pengamalan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Tujuan pengelolaan zakat adalah meningkatkannya kesadaran masyarakat dalam penunaian dan dalam pelayanan ibadah zakat, meningkatnya fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial, serta meningkatnya hasil guna dan daya guna zakat. Undang-undang tentang Pengelolaan zakat juga mencakup pengelolaan infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris, dan kafarat dengan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan agar menjadi pedoman bagi muzzaki dan mustahiq, baik perorangan maupun badan hukum dan/atau badan usaha Untuk menjamin pengelolaan zakat sebagai amanah agama dalam undang-undang ini ditentukan adanya unsur pertimbangan dan unsur pengawas yang terdiri atas ulama , kaum cendekia, masyarakat, dan pemerintah serta adanya sanksi hukum terhadap pengelola Dengan dibentukknya Udang-undang tentang Pengelolaan Zakat , diharapkan dapat ditngkatkan kesadaran muzzaki untuk menunaikan kewajiban zakat dalam rangka menyucikan diri terhadap harta yang dimilikinya, mengangkat derajat mustahiq, dan meningkatnya keprofesionalan pengelola zakat, yang semuanya untuk mendapatkan ridha Allah SWT. |
II | PENJELASAN PASAL DEMI PASAL |
| Pasal 1 Cukup Jelas Pasal 2 Yang dimaksud dengan warga negara Pasal 3 Yang dimaksud dengan amil zakat adalah pengelola zakat yang diorganisasikan dalam suatu badan atau lembaga Pasal 4 Cukup Jelas Pasal 5 Cukup Jelas Pasal 6 Ayat (1) Yang dimaksud dengan pemerintah adalah pemerintah pusat dan pemerintah daerah Ayat (2) Huruf a Cukup Jelas Huruf b Cukup Jelas Huruf c Cukup Jelas Huruf d Badan amil zakat kecamatan dapat membentuk unit pengumpul zakat di desa atau kelurahan Ayat (3) Cukup Jelas Ayat (4) Yang dimaksud dengan masyarakat ialah ulama, kaum cendekia, dan tokoh masyarakat setempat Ayat (5) Unsur pertimbangan dan unsur pengawas terdiri atas para ulama, kaum cendekia, tokoh masyarakat, dan wakil pemerintah Pasal 7 Ayat (1) Lembaga amil zakat adalah institusi pengelola zakat yang sepenuhnya dibentuk atas prakarsa masyarakat dan oleh masyarakat Ayat (2) Cukup Jelas Pasal 8 Agar tugas pokok dapat lebih berhasil guna dan berdaya guna, badan amil zakat perlu melakukan tugas lain, seperti penyuluhan dan pemantauan Pasal 9 Cukup Jelas Pasal 10 Cukup Jelas Pasal 11 Ayat (1) Zakat mal adalah bagian harta yang disisihkan oleh seorang muslim atau badan yanng dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) Nishab adalah jumlah harta kekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya. Pasal 12 Ayat (1) Dalam melaksanakan tugasnya, badan amil zakat harus bersikap proaktif melalui kegiatan komunikasi, informasi, dan edukasi. Ayat (2) Yang dimaksud dengan bekerja sama dengan bank dalam pengumpulan zakat adalah memebrikan kewenangan kepada bank berdasarkan persetujuan nasabah selaku muzakki untuk memungut zakat harta simpanan muzakki, yang kemudiam diserahkan kepada badan amil zakat. Pasal 13 Dalam ketentuan ini yang dimaksud: Pasal 14 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) Pengurangan zakat dari laba/pendapatan sisa kena pajak dimaksudkan agar wajib pajak tidak terkena beban ganda, yakni kewajiban membayar zakat dan paak. Kesadaran membeyar zakat dapat memacu kesadaran membayar pajak Pasal 15 Cukup Jelas Pasal 16 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Mustahiq delapan ashnaf ialah fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, sabilillah, dan ibnussabil, yang di dalam aplikasinya dapat meliputi orang-orang yang tidak berdaya secara ekonomi seperti anak-anak yatim piatu, orang jompo, penyandang cacat, orang yang menuntut ilmu, pondok pesantren, anak terlantar, orang yang terlilit utang, pengungsi yang terlantar, dan korban bencana alam Ayat (3) Cukup Jelas Pasal 17 Pendayagunaan infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris, dan kafarat diutamakan untuk usaha yang produktif agar daat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Pasal 18 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) Cukup Jelas Ayat (4) Cukup Jelas Pasal 19 Cukup Jelas Pasal 20 Peran serta masyarakat diwujudkan dalam bentuk: a. memperoleh informasi tentang pengelolaan zakat yang dikelola oleh badan amil zakat dan lembaga amil zakat; b. menyampaikan saran dan pendapat kepada badan amil zakat dan lembaga amil zakat; c. memberikan laporan atas terjadinya penyimpangan pengelolaan zakat. Pasal 21 Cukup Jelas Pasal 22 Cukup Jelas Pasal 23 Cukup Jelas Pasal 24 Cukup Jelas Pasal 25 Ayat (1) Selama ini ketentuan tentang pengelolaan zakat diatur dengan keputusan dan instruksi menteri. Keputusan tersebut adalah Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia dan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 29 dan 47 Tahun 1991 tentang Pembinaan Badan AMil Zakat, Infaq, dan Shadaqah diikuti dengan Instruksi Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1991 tentang pembinaan Teknis Badan Amil Zakat , Infaq Shadaqah dan Instruksi Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1998 tentang Pembinaan Umum Badan Amil Zakat, Infaq Shadaqah Ayat (2) Cukup Jelas |
|
No comments:
Post a Comment