Friday, December 11, 2009

inovasi LAZ, Tumbuhkan kesadaran berzakat

LAZ tak hanya berhasil menghimpun dan menyalurkan zakat dengan baik, juga meningkatkan kesadaran umat berzakat.

Catatan : LAZ termasuk LAZ Al-Ikhlas

Rencana pemerintah untuk menjadikan badan amil zakat (BAZ) sebagai wadah tunggal pengelola zakat di Tanah Air, mengundang perhatian sejumlah pakar ekonomi Islam. Sejumlah pakar ekonomi Islam memandang, peran lembaga amil zakat (LAZ)  harus dipertahankan. Sehingga, daya inovasi dan kreativitas dalam membangkitkan kesadaran umat membayar zakat, bisa terus berjalan.

 

Pakar ekonomi Islam seperti Dr Syafi'i Antonio, Adiwarman Karim serta Dr Amelia Fauzia dari Center for Study of Religion Culuture (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, menilai,  LAZ telah memberikan peran penting. Ketiga ekonom itu berpandangan, LAZ tak  hanya berhasil menghimpun dan menyalurkan zakat dengan baik, tapi yang lebih penting dari itu adalah meningkatkan kesadaran umat berzakat.

Berkat peran dan inovasi serta kreativitas  sejumlah LAZ , umat Islam  tergerak dan merasa enjoy untuk menunaikan zakat.  Sehingga,  umat merasa tidak ada paksaan dalam membayar zakat. Pandangan itu diungkapkan ketiga pakar ekonomi Islam itu menanggapi  usulan pemerintah untuk merevisi Undang-Undang No 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.

 

STOP PRESS

Salurkan ZAKAT bapak/ibu melalui :

Lembaga Amil Zakat Al-Ikhlas

Bank Muamalat Cab Kalimalang AC 305.16507.22 an BD Herubroto

Setelah setor, kirim data nama, alamat, nilai zakat

Dengan fax ke 021.86902915 atau SMS ke 08129408390

Pesan Jemput Zakat bisa melalui SMS tersebut diatas

Adiwarman, pakar ekonomi Islam pada  Karim Business Consulting, mengungkapkan, sangat sulit untuk mengenyampingkan peran penting LAZ dalam membangun kesadaran masyarakat untuk berzakat.  Pihaknya menilai, fenomena meningkatnya kepercayaan umat untuk berzakat melalui sejumlah LAZ sebagai sebuah persaingan yang sehat.

''Yang kita lihat ada suatu persaingan yang sehat di antara lembaga amil zakat, inovatif dan kreatif untuk menarik orang-orang membayar zakat. Ini yang kita sebut sebagai Social Marketing,''  ujar Adiwarman. Ia menuturkan, fenomena itu belum pernah terlihat ketika lembaga-lembaga amil zakat belum ada, yakni ketika zakat masih ditangani oleh BAZ .

Menurut dia, peran yang telah dan sedang  dimainkan oleh LAZ terpecaya harus diapresiasi. Terkait perintah Allah SWT untuk memungut zakat dari orang-orang Islam seperti yang termaktub dalam surat at-Taubah (9) ayat 103, papar Adiwarman,  hampir semua mufassir (ahli tafsir) menafsirkan kata-kata khuz dalam ayat tersebut dimaksudkan adalah pemerintah, karena Rasulullah SAW waktu itu adalah kepala pemerintah.

''Dalam pelaksanaannya pemerintah bisa memberikan wewenang kepada lembaga-lembaga amil zakat yang memang selama ini telah berfungsi dengan baik, sehingga suasana yang membuat masyarakat bisa membayar zakat dengan gembira, membayar dengan penuh kesadaran, bisa terus terjadi. Inovatif dan kreatifitas serta persaingan yang sehat juga akan bisa terus terjadi,''  ungkap Adiwarman.

Menurutnya, yang harus diatur adalah LAZ yang ada saat ini mempunyai standardisasi operasional dan mekanisme yang bisa dipertanggungjawabkan.  ''Menurut kami, ini yang masih perlu disempurnakan. Sebaiknya, memang arah revisi undang-undang itu adalah bagaimana mengatur wewenang yang ada di pemerintah supaya dapat dijalankan oleh LAZ yang ada.''

Dr Syafi'i Antonio, pimpinan Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI), Tazkia, menilai,  ada dua hal yang harus diapresiasi. Pertama, apresiasi kepada para pengelola LAZ yang sudah bekerja secara profesional.

''Teman-teman LAZ yang sudah bekerja secara profesional seperti Dompet Dhuafa Republika, Rumah Zakat, PKPU (termasuk LAZ Al-Ikhlas, Red) harus diapresiasi. Mereka telah berhasil mengisi kekosongan kepercayaan terhadap BAZ selama ini. Demikian juga kreativitas dalam pengembangan program, demikian juga akuntabilitas dalam pelaporan, yang tidak bisa dilakukan BAZ dengan baik,'' jelas Syafi'i.

Menurutnya,  idealnya pengelolaan zakat bisa dilakukan seperti pada zaman Rasulullah SAW. Sebab, kata dia, Rasulullah SAW mengaitkan zakat dengan salah satu fungsi Baitulmaal, salah satu fungsi dari pengelolaan fiskal negara. ''Tapi itu tidak bisa dilakukan dalam satu malam dan dalam waktu yang cepat. Jadi perapihan itu harus dilakukan terus menerus.'

Untuk menyelesaikan masalah ini, Syafi'i meminta agar ada dialog antara pemerintah dengan LAZ. ''Bagaimana potensi yang ada di LAZ bisa tetap dioptimalkan. Tapi, LAZ-LAZ yang tumbuh bagaikan jamur,  kemudian tidak profesional harus dibenahi. Ini tugas kita bersama mencari potensi bersama,'' ujarnya.

Ia juga mengusulkan agar Indonesia meniru sistem pengelolaan zakat yang dilakukan di Malaysia. Di Malaysia, Pusat Pungutan Zakat (PPZ) sesungguhnya menjadi satu otoritas yang ada di bawah Yayasan Harta Suci (YHS). Yayasan Harta Suci ini berada di bawah baitulmaal wilayah Persekutuan Malaysia.

Demikian juga dengan negeri-negeri yang jumlahnya ada 14 masing-masing punya, seolah-olah semacam BAZIS propinsi. Tetapi kualitas PPZ  itu sekualitas LAZ di Indonesia, benar-benar profesional. Mereka melakukan presentasi setahun tidak kurang dari 450 presentasi. Dari sisi operation, mereka melakukan house to house secara teknologi dan transaksi dengan bank Islam.

Dengan adanya house to house dengan bank Islam, mereka tak lagi rumit dari sisi administasi dan sistem keuangan.  ''Mekanisme seperti ini yang kita inginkan tetapi mereka memiliki legitimasi sebagai kepanjangan tangan dari baitulmaal wilayah. Ini yang kondisi ideal,'' jelasnya.

Direktur CSRC, Dr Amelia Fauzia, mengungkapkan, praktik pengelolaan zakat,  sejak masa Nabi Muhammad SAW, para sahabat dan tabiin sudah bermacam-macam. Memang di beberapa negara Islam sekarang ini, pengelolaan zakat ada yang diserahkan kepada pemerintah/negara. Kebanyakan alasan yang diambil ialah melihat bagaimana zakat dikelola pada masa kenabian.

Padahal, perkembangan pengelolaan zakat tidak hanya ada pada masa kenabian, tapi pada masa Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman, Ali serta khalifah-khalifah sesudahnya. ''Dan sebenarnya yang terjadi zakat itu lebih banyak memang dikelola oleh negara, tapi dikelolanya banyak bercampur dengan uang yang lainnya, sepertii uang pajak dan seterusnya, tidak semata zakat saja.''

Mengutip kitab Amwal, Amelia, menyebutkan,  pemberian zakat kepada selain pemerintah ada sejak kematian Utsman. ''Pada masa Utsman, zakat yang dikelola negara itu amwal zahirah seperti buah dan ternak. Sedang amwal bathiniyah tidak wajib ke negara.''  ed:heri ruslan

Damanhuri Zuhri, Tabloid Republika, Dialog Jumat, 11 Desember 2009

No comments:

Post a Comment